Sejumlah warga lari berhamburan seusai
mendengar isu bom yang akan kembali meledak pasca terjadinya ledakan yang
terjadi di Pos polisi dekat pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta,
Kamis (14/1). (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Jakarta - Setelah polisi, kini
tentara diduga menjadi target serangan teroris selanjutnya. Prediksi ini
berdasarkan data Pusat Kajian Keamanan Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dan analisa pola serangan teror di berbagai belahan dunia,
selama puluhan tahun belakangan.
"Kita tak menakut-nakuti atau pun
berasumsi asal-asalan. Jika melihat pola serangan teror sejak awal
2000-an, tentara adalah target selanjutnya," ujar Kepala Pusat Kajian
Keamanan Nasional Profesor Hermawan Sulistyo, dalam sebuah diskusi di Widya
Graha LIPI, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Dia menjelaskan, pola tersebut berdasarkan
rentetan teror yang pernah terjadi. Mulai dari pelaku, bahan yang digunakan,
senjata, hingga target serangan.
"Yang awal itu serangan di tempat
terbuka, masih ingatkan bom di lapangan parkir? Lalu targetnya berlanjut ke
tempat hiburan dan keramaian, bom Bali," kata Hermawan.
"Setelah itu, target beralih ke bangunan
vital, bom Marriot dan Mapolresta Cirebon, dan terakhir sengaja menyerang
polisi di Thamrim," sambung profesor yang akrab disapa Kiki.
Tapi, kenapa ada korban sipil dalam teror
Thamrin? Menurut dia, karena keingintahuan dan kenekatan orang Indonesia
menonton peristiwa menggemparkan itu.
"Kita menyayangkan ada yang kena tembak
kepalanya. Ya wajar lah, ia berada dekat dengan polisi yang sudah jadi target
mereka," jelas Hermawan.
Persoalan menjadi beda untuk AKBP Untung
Sangaji. Ia luput dari target, sebab memakai baju putih, bukan berseragam
polisi.
"Untung dan Tamat luput dari target.
Mereka tak tahu jika yang berbaju putih itu adalah tim khusus antiteror,"
tegas Kiki.
Hermawan menegaskan, eskalasi serangan
selanjutnya menurut pola serangan dan analisa dari database yang ada, tentara
menjadi objek serangan teror.
"Ini bukan prediksi abal-abal, namun
data kita dan pola di seluruh belahan dunia memang seperti itu," tandas
Kiki.
Pesantren Butuh Perhatian
Hermawan juga menilai, pesantren bukanlah
sarang teroris. Sebab, para teroris umumnya mereka yang baru mengenal agama dan
ideologi.
"Para pelaku ini kebanyakan orang-orang
yang baru mengenal agama dan ideologi, yang kebetulan Islam jadi agama dan
ideologi yang mayoritas di Indonesia," ujar dia.
Namun, Hermawan tak menampik, jika pesantren
bisa menjadi cikal bakal para teroris. Apalagi, perlakuan diskriminasi di
pemerintahan dan label dari masyarakat.
"Saya juga pengurus pesantren. Sekarang
Anda bayangkan, berapa juta orang lulusan pesantren yang mengalami
diskriminasi. Untuk ijazah saja mereka banyak yang tak diakui," kata dia.
"Apalagi mereka sering dikaitkan dengan
terorisme. Ini yang jadi cikal bakalnya, apalagi pemberitaan media," tegas
Hermawan.
Dia menyarankan kepada pemerintah untuk lebih
memperhatikan pesantren. Tapi bukan hanya dengan cara memberi bantuan uang.
"Mereka butuh penghargaan, mereka butuh
perhatian, bukan uang. Jika tidak, ya makin banyak lah calon teroris. Sebab
mereka merasa asing dan marah pada negeri ini," tegas Hermawan.
Sejauh ini pelaku rata-rata adalah orang yang
baru nyantri. Namun, dari catatan Pusat Kajian Keamanan Nasional, para pelaku
bukan hanya karena motif jihad dan ideologi, tapi faktor ekonomi turut
berpengaruh.
"Sampai saat ini pelaku teror
semuanya berekonomi lemah. Nah, untuk pelaku di Thamrin ini sama, bedanya
mereka di-support dana yang luar biasa banyak dari ISIS," kata dia.
Dari data yang ada, menurut Hermawan, ISIS
mentransfer lebih dari Rp 70 juta kepada terduga teroris Thamrin. Teror dari
ISIS ini semakin mudah, sebab Afif adalah resedivis.
"Ya wajarlah mereka meneror, uang
kiriman ISIS saja sampai Rp 70 juta untuk 1 kali kiriman, apalagi Afif sudah diintai
sejak awal," ungkap dia.
Hermawan tak sependapat, jika Afif disebut
berniat melakukan bom bunuh diri. Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) yang
dilakukan polisi, bom-bom yang dipakai dirancang bukan untuk bunuh diri.
Ledakan bom dan penembakan di kawasan Jalan
MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari lalu memakan 35 korban. 7 Di
antaranya meninggal di tempat, 1 di rumah sakit dan 27 lainnya mengalami luka.
Di antara korban luka, 20 di antaranya
menjalani rawat jalan dan 7 lainnya perawatan di rumah sakit. Di antara korban
menjalani perawatan di rumah sakit, 2 di antaranya masih di ICU karena
mengalami luka serius akibat tembakan dan ledakan bom, yakni Aiptu Budiono dan
Aiptu Deni. (By Muslim AR)
SUMBER: Liputan6.com