Sejumlah tempat makan yang menawarkan
santapan sahur di kaki lima. (Yanuar Rahman/Beritasatu.com)
Sajian makanan nikmat, harga relatif murah.
Datangnya Ramadan selalu dinanti umat Islam
di seluruh dunia. Selain mengencangkan ibadah di bulan suci, umat muslim di
seluruh dunia juga disibukan dengan beragam aktivitas yang jarang dilakukan di
bulan lain, seperti santap sahur dan berbuka. Jika saat berbuka tidak perlu
pusing memikirkan makanan yang akan disantap, berbeda saat sahur tiba.
Sarapan yang biasa dilakukan di pagi hari,
kini berganti waktu menjadi santap sahur, dilakukan sebelum azan Subuh
berkumandang. Tentu bagi sebagian orang sangat merepotkan, lantaran harus
mempersiapkan diri dengan memasak sebelum waktu sahur tiba.
Banyak orang yang berpikir praktis untuk
menyediakan santap sahur dengan membeli makanan jadi atau makanan yang sudah
diolah, hingga tidak perlu repot-repot lagi berjibaku dengan bumbu di dapur.
Di Jakarta, banyak tempat-tempat makanan kaki
lima yang mengubah waktu operasinya, dari malam, setelah waktu berbuka hingga
waktu subuh menjelang. Banyak masyarakat yang hendak berpuasa memilih untuk
sahur di tempat-tempat makan kaki lima, lantaran harganya yang terjangkau,
serta dapat merasakan atmosfer Ramadan di hari. Sebab, kapan lagi dapat
menikmati suasana menjelang dini hari sambil 'nongkrong' di warung kaki lima,
jika bukan saat Ramadan?
Fenomena seperti ini tidak disia-siakan oleh
para pengelola tempat makan di ibukota. Ragam manusia mulai dari yang mencari
tempat makan karena memang hidup jauh dari keluarga hingga mereka yang
menginginkan suasana berbeda saat melakukan santap sahur dimanfaatkan dengan
cukup baik.
Berikut adalah tiga tempat makan untuk santap
sahur yang ada di wilayah Jakarta yang patut dicoba.
Nasi Kapau Senen
Sebut saja tempat makan nasi kapau yang
terletak di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Deretan rumah makan pinggir jalan
yang menjajakan makanan khas Sumatera Barat ini tak hanya ramai dikunjungi oleh
para konsumen di hari-hari biasa, namun juga di bulan Ramadan.
Salah satu tenda tempat makan bernama Nasi
Kapau Uni Upik Khas Minang adalah tenda yang paling terkenal dan cukup ramai
dikunjungi. Selain karena sang peracik sekaligus pemilik tenda asli berasal
dari daerah Kapau, Bukittinggi, makanannya pun dikenal cukup lezat ketimbang
warung tenda yang menjajakan jenis makanan serupa di sekitarnya.
Syafnelli atau yang akrab disapa Ibu Upik ini
sudah memulai usahanya sejak tahun 1985 di tempat yang sama, kawasan trotoar
Senen, Jakarta Pusat. Perempuan berusia 62 tahun tersebut mengaku saat pindah
ke Jakarta dari daerah asalnya, ia hanya bermodal keberanian dan semangat besar
untuk berdagang, sampai akhirnya ia memutuskan untuk membuka usaha rumah makan.
“Waktu itu saya mau dagang apa saja, tapi
Alhamdulillah rejeki saya di dagang nasi,” katanya saat ditemui Beritasatu.com
belum lama ini.
“Dulu saya masak sendiri. Tempat dagangnya
Cuma pakai tiang bambu dan lampu petromak. Sekarang saya sudah punya 13 anak
buah,” tambahnya.
Saat Ramadan, Ibu Upik membuka warung
tendanya dengan dua sesi, yaitu saat santap sahur dan siang menjelang sore
hingga malam hari.
“Bulan Puasa kita buka mulai jam setengah 2
pagi sampai jam setengah 5. Nanti buka lagi jam 2 siang sampai malam,” ujar Ibu
Upik.
Mengandalkan menu favorit andalannya seperti
Bebek Ijau Rendang, Ayam Bakar, Rendang Bebek Kapau, Tunjang, dan Belut, para
penikmat masakan khas Sumatera Barat dibuat seolah ketagihan dan rela memadati
lokasi tenda miliknya.
“Resep saya asli turun temurun dan enggak
memakai pengawet atau penyedap masakan. Biasanya kalau sahur dan jelang buka
puasa orang sampai antri dan enggak bisa duduk,” ceritanya.
Ibu Upik juga mengaku bahwa datangnya Ramadan
memang membawa berkah bagi dirinya. Bila di hari-hari biasa pemasukannya
mencapai sekitar Rp2 juta dalam satu hari, maka pada saat Ramadhan pemasukan
tersebut bisa meningkat hingga tiga sampai empat kali lipat.
“Bulan puasa saya bisa dapat delapan juta
sehari,” katanya.
Namun, meski Ramadan warung tenda miliknya
tetap buka di siang hari, Ibu Upik telah menetapkan sebuah aturan tidak
tertulis bagi para pelanggannya yang ingin menyantap makanannya saat siang hari
di bulan suci tersebut.
“Boleh beli, tapi enggak boleh makan di sini
(di tempat). Itu saja aturannya. Kalau di warung tenda lain boleh, tapi kalau
di sini enggak boleh,” tuturnya dengan nada tegas.
Warteg Warmo
Berbeda dengan warung tenda milik Ibu Upik
yang buka dalam dua sesi di bulan Ramadan, Warung Tegal yang cukup ternama di
kawasan Tebet, Warmo justru buka 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu.
Rumah makan yang menyajikan santapan khas
Jawa Tengah tersebut diceritakan oleh Yoga, salah seorang pengelola Warteg
Warmo mulai berdiri sejak tahun 1961.
“Waktu itu bapak saya mendirikan rumah
makannya di daerah Roxy, habis itu pindah ke Kampung Melayu tahun 1965. Di
Kampung Melayu bapak cuma dagang dua tahun saja, tahun 1967 pindah ke sini
(Tebet),” tuturnya.
Warung Tegal yang didirikan oleh bapak dari
Yoga tersebut awalnya hanya berupa tempat makan lesehan layaknya rumah makan
Angkringan khas Yogyakarta.
“Kecil (tempatnya), dulu itu yang masak bapak
sama ibu,” imbuh Yoga.
Nama Warmo sendiri sebenarnya bukanlah nama
pendiri warung makan tersebut, tapi justru dari pembantu pemilij yang setia.
Alasan diberikannya nama tersebut ternyata
cukup sederhana. Kala itu saat sang raja dangdut, H. Rhoma Irama belum tenar
dan masih meniti karier. Dirinya kerap mengunjungi rumah makan milik bapak Yoga
setiap pagi sambil memesan secangkir kopi hitam kepada pembantu bapak Yoga yang
bernama Warmo.
Intensitas pertemuan Warmo dengan Rhoma Irama
dalam bentuk pelayanan antara pelayan dengan konsumen itu kemudian menumbuhkan
keakraban antara mereka berdua.
“Padahal nama aslinya Dharmo, tapi
dipanggilnya Warmo. Sampai akhirnya Bang Haji (Rhoma Irama) kalau nyebut rumah
makan ini pakai panggilan Warmo. Dari situ akhirnya bapak memakai nama Warmo
untuk warung makannya,” kata Yoga.
Karena warung makannya terus beroperasi tanpa
henti setiap harinya, maka Warteg Warmo dijadikan tempat alternatif untuk
melakukan santap sahur bagi beberapa orang.
Menurut Yoga beberapa jenis makanan seperti
cumi, daging rendang, dan sate udang adalah menu favorit para orang-orang yang
melakukan santap sahur di warteg tersebut.
“Kalau di sini daging rendangnya beda.
(Daging rendang) Kita basah dan enggak pedas. Dagingnya empuk dan seperti
gulai,” jelasnya.
Meski warungnya tidak pernah tutup, bahkan
saat Idul Fitri, tapi pemasukan warteg yang kerap didatangi oleh sejumlah selebritis
seperti Denada, grup band Netral, Pas Band, Kotak, Setiawan Djodi, alm. Farid
Harja, alm. Dono, alm. Kasino, Indro dan nama-nama besar lainnya itu terbilang
cukup stabil dan tak terlalu besar.
“Dalam sehari kita bisa dapat satu juta
Rupiah. Bisa lebih bisa kurang. Bulan puasa dan lebaran juga seperti itu,”
papar Yoga.
Tapi walaupun penghasilannya terbilang tak
terlalu tinggi, Warteg Warmo kini sudah memiliki sepuluh orang anak buah,
bahkan memiliki jaringan promosi lewat media sosial seperti Facebook dan
Twitter dengan nama akun Warteg WARMO untuk Facebook dan @WarmoTebet untuk akun
Twitter.
“Tapi itu (penggunaan media sosial untuk
promosi) nggak terlalu pengaruh sih,” ujar Yoga.
Rian, penikmat sahur di warteg
warmo, ” Enak masakannya, murah lagi ya lumayanlah asal perut kenyang,”
tukasnya.
“Saya sering makan kesini kadang saat pulang
kantor juga makan disini, abisnya enak sih terjangkau dan banyak menu
makanannya juga. Jadi bebas memilih deh sesuka hati,” ujar isah saat ditemui di
warteg warmo.
Berdiri sejak 1970 Warteg Warmo pun juga
mengaku memiliki rintangan dalam pengelolaan hingga sekarang seperti besarnya
kenaikan harga, namun Sobirin tetap tidak menaikan harga, ini dikarenakan agar
menjadi berkah dan tidak kehilangan pelanggan.(***)