Kebijakan yang seharusnya dijalankan tahun lalu itu
terbentur oleh persoalan sistem verifikasi pelanggan.
Jakarta - Untuk membeli kartu SIM
perdana prabayar, apalagi dengan harga murmer (murah-meriah), tampaknya sering
dijumpai di berbagai outlet kecil bahkan yang ada pinggir jalan. Tapi kini
membeli kartu perdana prabayar tak bisa lagi sembarang.
Mulai 15 Desember 2015, serentak secara nasional,
pembelian kartu SIM baru harus disertai Kartu Tanda Pengenal (KTP). Kebijakan
ini dikeluarkan langsung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo) bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) untuk
menertibkan registrasi kartu prabayar.
"Untuk (penertiban) ini, kami perlu kesepakatan
utuh dari operator. Nah, seluruh operator telekomunikasi kini sudah menyepakati
bersama agar penertiban registrasi dimulai pada 15 Desember,"
ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi, Ismail
Cawidu yang dihubungi tim Tekno Liputan6.com via telepon, Selasa
(13/10/2015).
Sebetulnya, registasi ini sudah digadang-gadang
pemerintah sejak tahun lalu. Namun, saat itu terbentur oleh masalah sistem
verifikasi data pelanggan, yang belum disepakati pihak mana yang akan
menyediakan.
"Ya, betul (baru jalan sekarang), sebab seluruh
operator terbentur oleh persoalan sistem dan cara verifikasi pelanggan,"
terang Ismail.
Lebih lanjut, Ismail mengungkap bahwa penjual
eceran ataupun pemilik kios kartu perdana yang akan melakukan verifikasi data,
harus memiliki kartu ID khusus yang diberikan pihak operator. Kartu ini
diharuskan, sebab dia yang bertanggung jawab atas input data pelanggan.
"Jika tidak punya ID, penjual itu tidak dapat
melakukan registrasi pelanggan. Verifiikasi data pelanggan itu penting sebagai
upaya pemerintah untuk melakukan penelusuran data jika diperlukan,"
lanjutnya.
Perlu diketahui, selama ini aktivasi kartu prabayar
dapat dilakukan sendiri oleh pengguna. Aktivasi ini meliputi kegiatan
memasukkan nama, alamat, nomor telepon, dan KTP.
Namun, semakin murahnya kartu perdana ini membuat
banyak oknum tertentu menyalahgunakan nomor tersebut untuk kepentingan negatif.
Misalnya, beredar pesan singkat (SMS) penipuan atau SMS spam ke pengguna
ponsel. (cas/isk)
SUMBER: Liputan6.com