Menengok Keberadaan Perajin Sepatu Cibaduyut Sekarang



  Adi Ginanjar Maulana 
BANDUNG--Wetan Store. Itulah nama salah satu perajin handmade di Cibaduyut milik Amir Fauzi. Pria ini memulai bisnis seorang diri dengan dorongan keinginan memiliki penghasilan tambahan pada masa kuliahnya.

Usaha yang dilakukannya memberikan hasil yang naik turun. Kegagalan dan keberhasilan telah menjadi makanannya sehari-hari ketika itu. Namun, pada tahun 2010, Amir mengaku merasakan kegagalan yang sangat parah, hingga dia sempat berpikir untuk berhenti.

Pada 2011, dia berkeinginan untuk memulai kembali bisnisnya dengan risiko yang tidak terlalu besar. Akhirnya, langkah pertama yang dilakukannya adalah dengan berjualan sepatu melalui katalog toko sepatu Cibaduyut.

Dengan bermodalkan gambar pada katalog yang ditawarkan kepada teman-temannya, dia dapat meraup untung yang cukup. Di sini juga dia terpikir untuk berjualan secara online melalui blog, Facebook, dan BBM.

Namun, usaha tersebut tidak berlangsung lama. Dilatarbelakangi oleh keluhan konsumen terkait kualitas sepatu yang tidak merata, Amir memutuskan untuk memproduksi sepatunya sendiri.

Dengan bermodalkan membeli bahan kulit, sol, menyewa sebuah tempat seharga Rp500.000 per bulan, dan bahan lainnya, serta tenaga seorang karyawan yang melakukan pembuatan sepatu dari awal hingga akhir, ia memulai bisnisnya sendiri. Kala itu, produk yang dihasilkan hanya sekitar 3 pasang sepatu dalam sehari.

“Produktivitasnya memang tidak banyak, karena saya lebih menekankan pada kualitas,” ucapnya.

Saat ini, dia sudah memiliki 12 karyawan yang dibagi tugas pada beberapa bagian, yakni pemasangan sol,  khusus pola, dan pemasangan upper.

Dalam sehari, dia dapat memproduksi sekitar 15-29 pasang sepatu. Dia mengaku tidak memiliki target produktivitas yang tinggi, hanya ingin memenuhi order dari konsumen yang sudah ada. Mereknya pun ketika itu belum dibuat. Dia menggunakan merek yang belum pernah ada secara acak. Hingga akhirnya pada bulan November, Amir memutuskan untuk membuat merek sendiri.

Sementara itu,  CV. CBM yang berlokasi di Jalan Cibaduyut Dalam mencoba tetap bertahan di saat menghadapi MEA. Dengan jumlah karyawan yang mencapai 12 orang, dalam sebulan industri sepatu ini mampu menghasilkan 3.000 pasang sepatu dan sandal pria maupun wanita.

Kepala Produksi CV. CBM Ayi Rukajat menjelaskan harga produksi sepatu Cibaduyut berkisar antara Rp 100.000 sampai Rp300.000.

Dia mengaku di tengah persiapan menghadapi MEA 2015 pihaknya terus memacu produksi baik dari kualitas, terutama dari inovasi pembuatan model sepatu dan sandal.

“Inovasi pembuatan model sepatu dan sandal sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasar. Alhamdulilah saat ini pasar kita terus mengalami peningkatan,” ujarnya.

Sebagian kecil pengusaha/perajin telah mampu dan memiliki pasar di kota–kota besar dengan peluang dan segmen pasar yang cukup menjanjikan.

CV. CBM sendiri saat ini memiliki pasar sendiri dalam menjual produknya, sehingga daya saing produknya tetap terjaga. Lewat anak usahanya yakni toko Sega, CBR, Java, dan Golver hasil pemasaran produksi cukup signifikan.

“Lewat empat toko ini kami menyalurkan produk ke toko-toko kecil di Cibaduyut, bahkan ke luar Jawa sekalipun lewat perorangan,” ujarnya.

Dengan pasar sendiri, pihaknya tidak khawatir daya saing produknya bakal dikuasai oleh impor. “Pasar ini kami yakini tidak akan dimasukki oleh impor,” ujarnya.

SUMBER: Bisnis.com
Bagikan berita :
 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. BUANA POST.Com - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI