Bambang
Soesatyo (Foto: Okezone)
JAKARTA
- Reshuffle Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kental
dengan nuansa kompromi. Bahkan, muncul kesan kalau Presiden Jokowi melakukannya
setengah hati lantaran tak kuat dengan berbagai tekanan.
Hal
tersebut diutarakan Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo melalui
keterangan tertulis yang diterima Okezone, di Jakarta, Rabu (12/8/2015).
"Karena
sudah tidak tahan lagi dengan desakan dan tekanan dari berbagai unsur kekuatan
pendukungnya," ujar Bambang.
Bendahara
Partai Golkar versi Munas Bali itu menambahkan, reshuffle kabinet yang
kompromistis terlihat pada penggantian Menteri Sekretaris Kabinet Andi
Widjojanto kepada Pramono Anung, lalu penggantian Menteri PPN/Kepala Bappenas
Adrinof Chaniago ke Sofyan Djalil.
"Andi
dan Adrinof yang dikenal sebagai orang dekat dan sosok kepercayaan Jokowi
sepertinya diminta mengalah," katanya.
Melalui
kompromi tersebut, Presiden Jokowi berharap tidak ada lagi rongrongan dari
berbagai unsur kekuatan pendukungnya. Apalagi dengan adanya Pramono Anung yang
menjabat menteri Sekretaris Kabinet.
"Presiden
berharap agar kader-kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berhenti
menekannya," ungkapnya.
Karenanya,
anggota Komisi III DPR itu mengaku, bisa dimaklumi kalau Presiden Jokowi
setengah hati melakukan perombakan tersebut, karena masa bakti Kabinet Kerja
baru berjalan 10 bulan. Kendati demikian, dirinya ingin memberi perhatian
khusus pada perubahan di tim ekonomi kabinet menyusul pergantian Menko
Perekonomian dan Menteri Perdagangan.
Kata
Bambang, perekonomian global saat ini diwarnai dengan perang valuta yang
disulut oleh China dan Amerika Serikat (AS). China mendevaluasi Yuan sebesar 2
persen untuk menggenjot ekspor. Prospek ekspor Indonesia menjadi makin suram.
"Sedangkan
perekonomian dalam negeri diwarnai dengan isu kelangkaan dan tingginya harga
daging sapi akibat ulah spekulan. Setelah daging sapi, bukan tidak mungkin akan
muncul masalah pada komoditi kebutuhan pokok lainnya," katanya.
Bambang
mengimbau para menteri ekonomi untuk mewaspadai dan merespons masalah-masalah
tersebut dengan strategi dan kebijakan yang tepat. (Gunawan Wibisono)
(Ari)