Kepala
Desa Dermasuci Mulyanto menunjukkan raskin dari Bulog yang tidak layak konsumsi.
Foto: Yerry Novel/Radar Tegal/JPNN
JAKARTA - Di berbagai
daerah yang dijadikan target operasi penyaluran beras untuk warga miskin
(raskin), selalu muncul sejumlah keluhan soal jeleknya kualitas raskin, seperti
berwarna kuning kehitaman, berkutu, dan berbau apek.
Misalnya yang terjadi di Kota
Malang. Beras yang diterima warga Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing,
berwarna kuning dan hancur. Seorang warga yang bernama Nana mengatakan, sejak
dulu kondisi raskin yang dibagikan berkualitas kurang bagus.
”Dari dulu seperti ini. Sudah
berkali-kali diprotes, tapi tidak ada perubahan. Jarang kualitas raskin yang
bagus,” cetusnya saat mengambil raskin di Kelurahan Jodipan Selasa (10/3).
Berdasar pantauan Jawa Pos
(induk JPNN), kondisi raskin yang dibagikan berwarna kuning dan mengandung
banyak kotoran seperti debu. Raskin yang dibagikan juga pecah-pecah dan
sebagian berkutu. Kelurahan Jodipan mendapatkan jatah raskin 542 sak per bulan.
Setiap sak berisi 25 kilogram. Harga raskin Rp 1.600 per kilogram.
Hal yang sama ditemui di
pantura. Pembagian raskin di puluhan desa di beberapa kecamatan di Kabupaten
Pekalongan tak diacuhkan warga karena beras yang dibagikan buruk dan tidak
layak konsumsi. Warga menjual beras itu lagi kepada para tengkulak dengan harga
Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per kilogram.
Kondisi raskin yang diterima
warga Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal, lebih memprihatinkan.
Banyak warga yang menjumpai raskin yang dipenuhi belatung.
”Selain itu, raskin berdebu,
menjamur, berwarna hitam, dan pecah-pecah seperti menir,” ungkap Kepala Desa
Dermasuci Mulyanto kecewa.
Saat dikonfirmasi atas temuan
tersebut, Bulog malah menuding banyaknya gudang di titik distribusi yang tidak
steril dan lamanya masyarakat mengambil sebagai penyebab buruknya kondisi
raskin.
”Setiap raskin yang akan
disalurkan pasti dicek dan ricek dulu di gudang. Saat sampai di titik-titik
distribusi, kondisi raskin juga dicek petugas desa setempat. Seharusnya sudah
ketahuan dari awal,” terang Sekretaris Perusahaan Bulog Djoni Nur Ashari saat
dihubungi Jumat (13/3).
Yang sering terjadi, lanjut
Djoni, raskin yang disimpan di gudang balai desa rusak gara-gara tempat yang
tidak bersih.
”Sering kali kami temukan di
balai desa (raskin) ditaruh begitu saja. Di ruangan yang kurang higienis.
Mungkin di situ kutu masuk, kena debu-kerikil, atau udaranya lembap karena
musim hujan sehingga berjamur,” tukasnya.
Djoni menerangkan, lama
penyimpanan raskin di gudang Bulog tiga hingga enam bulan. Namun, raskin selalu
mendapat perawatan berkala sehingga kualitasnya terjaga. ”Sebulan sekali dilakukan
spray, disemprot pakai bahan tertentu, supaya tidak ada gurem,” jelasnya.
Jawaban senada disampaikan
Kepala Bulog Divre Jatim Witono. Dia mengatakan, di Jatim sendiri temuan raskin
tidak berkualitas termasuk rendah. Kendati demikian, pihaknya tidak menampik
fakta bahwa masih dijumpai raskin yang buruk. ”Tapi, tiap ada temuan raskin
yang buruk, kami segera melakukan penggantian,” ujarnya.
Penyaluran raskin tiap bulan
42 ribu ton. Hingga sekarang pihaknya sudah menyalurkan sekitar 65 ribu ton.
”Nah, dari penyaluran tiap bulannya, paling hanya satu sampai dua karung yang
dilakukan penggantian. Proses penggantian juga cepat. Maksimal keesokan harinya
sudah diganti,” terangnya. (wir/res/c9/kim)
SUMBER: Jawa Pos