Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan
Ilmiah : Buku
Dosen
Dono Darsono |
Enjang Muhaemin
Secangkir Peristiwa di Mata
Wartawan
"Harta”
teristimewa yang selalu menjadi kejaran, dan objek buruan utama wartawan,
bukanlah jabatan, bukan pula kedudukan. Bukan emas permata, juga bukan intan
berlian.
“Harta”
terindah yang menjadi obsesi dalam setiap harinya, bahkan terkadang terbawa
hingga mimpi itu, tiada lain, adalah mendapatkan berita luar biasa, unik,
menarik, memikat, dan penting untuk diinformasikan kepada khalayak
medianya.
Bagi
seorang wartawan, berita bisa muncul, paling tidak, karena dua hal. Pertama,
karena se-buah peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai berita, entah karena
keluarbiasaannya, keunikannya, dampaknya, entah karena faktor daya tarik
lainnya. Kedua, karena ide atau pendapat super brilian dari seorang tokoh
penting tentang sesuatu yang sangat berguna bagi suatu
kemaslahatan.
Ketika
mengejar berita, memburu fakta, dan menggali data, seorang juru warta nyaris
dapat dipastikan ‘berambisi’ untuk mendapatkan yang terbaik. Segala keahlian dan
kemampuannya ia curahkan secara optimal, dengan satu harapan memperoleh data dan
fakta ekslusif, akurat, benar, dan bermanfaat bagi publik. Karena itu, kendati
harus berjibaku, dan berhadapan dengan beragam tantangan dan risiko apa pun,
seorang wartawan akan terus melangkah. Ia tak akan menyerah, juga tak kenal
lelah selama ‘harta’ buruannya belum berhasil ‘dijinakkan’.
Banyak
peristiwa yang terjadi di sekitar kita, tapi tak banyak yang dapat diberitakan.
Banyak pendapat, ide, atau gagasan yang muncul dari tokoh-tokoh di kita, tapi
nasibnya sama, tak banyak yang dapat dijadikan berita. Bila ini yang terjadi,
maka ini merupakan ‘firasat buruk’ bagi seorang wartawan, karena ia akan
berhadapan dengan musim paceklik berita.
Wartawan
yang baik, bukanlah wartawan yang sekadar menanti ‘durian runtuh’. Wartawan yang
terlatih nalurinya sebagai jurnalis, tidak akan ada istilah musim sepi atau
‘kering’ berita. Kemampuan ‘membaca’ fenomena, keahlian menelisik apa yang
tersembunyi, dan kepiawaian ‘memungut’ apa yang tercecer akan sangat
memban-tunya. Ia akan dengan cerdas membidik ‘sesuatu’ untuk menjadi sebuah
berita. Intinya, wartawan tipikal ini akan selalu mampu memetik apa pun untuk
menjadi berita yang bernilai.
Buku
Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan ini mengupas ikhtiar wartawan di dalam
‘membaca’ sebuah peristiwa, dengan pesan inti bahwa wartawan akan selalu mampu
mengangkat sebuah peristiwa menjadi berita, selama ia memiliki ‘indera keenam’
di dalam ‘melihat’ sebuah kejadian. Pendeknya, akan selalu ada fakta yang bisa
diberitakan.
Secuil
informasi yang didapat dapat dikembangkan wartawan untuk menggali data dan fakta
yang tercecer, bahkan mungkin tersembunyi di balik suatu peristiwa, yang
sesungguhnya akan menarik diberitakan bila ia mampu memungutnya secara tepat,
dan benar. Akan selalu ada yang menarik untuk diberitakan. Bisa untuk berita
straight news, feature, depth reporting, bisa juga investigative
reporting.
Paling
tidak, itulah ‘promosi’ buku yang kami tulis ini. Mungkin isinya tidak sehebat
apa yang dipromosikan, tapi setidaknya, kami berharap, buku ini bisa menjadi
sepercik sinar yang memberi cahaya penerang di tengah kebingungan kita mencari
berita, dan menggali apa yang ingin kita beritakan. Buku ini jelas lebih banyak
kekurangannya, dibanding kelebihannya, karena itu masukan dan sarannya sangat
kami nantikan.(***)
Ilmiah : Buku Dosen
Dono Darsono |
Enjang Muhaemin