PERSIAPAN:
Dari kiri, Reyna, Janice, Leo, dan Dhea mewawancarai Wali Kota Surabaya Tri
Rismaharini di Balai Kota pada Jumat (24/7). Foto: Antin Irsanti/Jawa Pos
Surabaya,
Empat remaja berpakaian formal dengan mengenakan jas biru tua memasuki aula
depan Balai Kota Surabaya pada Jumat (24/7). Dua di antaranya membawa kamera
dan tripod untuk keperluan rekaman.
Tidak
lama kemudian, mereka menaiki lift menuju lantai 2. Di sana mereka menunggu
dipersilakan masuk ke ruangan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk
melakukan sesi wawancara.
Empat
siswa itu adalah anak-anak cerdas yang berhasil mendapatkan beasiswa belajar ke
luar negeri. Mereka berhasil melalui tahapan tes dari Rotary Youth Exchange
Program. Tes yang dilalui adalah kemampuan bahasa Inggris, psikotes,
leadership, group discussion, dan wawancara.
Yang
diwawancara panitia tidak hanya peserta tes, tetapi juga orang tua mereka.
Program tersebut bukan beasiswa biasa. Ada mekanisme pertukaran. Jadi, selama
setahun mereka belajar di luar negeri, orang tua mereka juga akan ketempatan
siswa dari luar negeri dalam kurun waktu itu. Orang tua mereka ditanya tentang
kesiapan menerima siswa asing tersebut.
Sementara
itu, kedatangan mereka ke kantor wali kota ditujukan sebagai bekal di negara
tujuan. Rencananya, video tentang wawancara tersebut ditayangkan sebagai
presentasi di sekolahnya nanti.
’’Kami
memasukkan video tentang Kota Surabaya. Tujuannya, sebagai promosi Surabaya di
luar negeri,’’ ujar Leonardus Putera Santoso, siswa kelas XII SMA St Louis
Surabaya.
Leo,
sapaan Leonardus, akan berangkat ke Amerika Serikat pada pertengahan Agustus.
Dia akan tinggal di Illinois. Leo tidak sendirian. Ada Alma Putri Dhafira atau
biasa disapa Dhea yang juga akan tinggal di negeri Obama tersebut selama
setahun. Namun, Dhea mendapat bagian tinggal di Michigan.
Sementara
itu, dua pelajar lainnya berangkat ke Taiwan pada waktu yang sama. Yaitu,
Janice Valentina Kusuma dari SMA Flateran dan Reynalda Fildzah Dessyrianti,
pelajar Homeschooling Kak Seto. Janice tinggal di Taipei, sedangkan Reyna di
Tainan. Rencananya, mereka berangkat sekitar 15–25 Agustus. ’’Awal September
sudah mulai masuk sekolah,’’ ungkap Janice.
Saat
bertemu dengan Risma, mereka meminta wejangan. ’’Ibu Risma kan pernah mendapat
kesempatan pertukaran pelajar ke Seattle. Jadi, kami minta tip-tip belajar di
luar negeri,’’ ujar Dhea.
Pada
pertemuan itu, tidak ada kecanggungan antara Risma dan para siswa. Mereka
mengobrol layaknya orang yang sudah lama kenal. Risma juga memberi masukan
untuk video yang digarap Leo dan Dhea.
Menurut
dia, video tersebut harus lebih banyak menampilkan keseharian di Kota Surabaya
dan aktivitas para siswanya. Terdapat juga kehidupan umat beragama di Surabaya
yang bisa berdampingan secara rukun dan damai.
Risma
pun meminta mereka membawa nama baik kota dan negara. Sejak sekarang, mereka
disarankan melatih kemandirian. Ketika hidup di luar negeri nanti, mereka harus
melakukan segala sesuatunya sendiri, tidak boleh bergantung kepada orang lain.
Hal
tersebut sudah disadari Leo dan kawan-kawan. Saat ini mereka sudah menyiapkan
bekal yang dibawa untuk perjalanan nanti. Leo, misalnya. Dia sudah menyiapkan
berbagai bumbu dapur siap saji untuk memasak selama di Illinois. Lelaki berusia
17 tahun tersebut memang hobi memasak. Itu juga bisa mengobati rasa kangen
dengan masakan Indonesia.
’’Nanti
tantangan di sana pasti makanan, temperatur udara, dan homesick. Makanya, saya
bawa bumbu-bumbu masakan seperti rawon, soto, dan nasi goreng,’’ katanya.
Dhea
juga tidak ketinggalan. Keluarganya sudah menyiapkan makanan jadi untuk dibawa.
Sang nenek memasakkan rendang yang bisa awet cukup lama agar Dhea tidak kesulitan
makan. Dia pun membawa beberapa bumbu dapur yang sudah siap diolah jika
sewaktu-waktu membutuhkannya.
Tidak
hanya itu, Dhea memenuhi kopernya dengan baju dan kain batik. Rencananya,
remaja kelas XII SMAN 5 Surabaya tersebut akan mengenalkan batik kepada
teman-temannya di Michigan dan orang tua asuhnya. ’’Banyak baju batikku yang
baru. Kalau teman-teman di AS nanti mau, bisa dibeli. Jadi nggak apa-apa baju
batiknya habis dibeli,’’ ucapnya, lantas tertawa.
Sementara
itu, Janice dan Reyna lebih mempersiapkan mental dan bahasa untuk bekal di
Taiwan. Janice merasa beruntung karena belajar bahasa Mandarin sejak umur empat
tahun, sedangkan Reyna baru belajar Mandarin sebulan terakhir.
Namun,
putri ketiga pasangan Sri Rahayu dan Sutardi tersebut tidak khawatir. Menurut
dia, kemampuan bahasa bisa dilatihnya selama berada di Tainan.
Sejak
diberitahu mengenai lokasi keberangkatan dan identitas orang tua asuhnya, Leo
dan kawan-kawan berusaha mencari tahu tempat tinggalnya. Internet sangat
membantu mereka untuk mengetahui daerah yang akan ditinggali. Selain itu,
mereka sudah berkenalan dengan orang tua asuh mereka via e-mail.
Selama
setahun di luar negeri, Leo dan kawan-kawan akan berganti host family sebanyak
tiga kali. Tujuannya, agar anak-anak tersebut mampu beradaptasi terhadap
kehidupan sehari-hari dari keluarga yang berbeda dengan kebiasaan yang berbeda
pula. Dengan demikian, tidak hanya pelajaran sekolah yang didapat, melainkan
juga budaya dan kehidupan sosial dari negara yang ditinggalinya itu.
Meski
deg-degan, Leo dan kawan-kawan sudah tidak sabar menanti keberangkatan mereka
ke negara tujuan. Sejak sekarang, mereka merencanakan apa saja yang akan
dilakukan sesampainya di negara tujuan. Hal pertama yang mereka rencanakan
adalah posting di Instagram.
Itu
dilakukan agar teman-temannya tahu bahwa mereka sudah sampai di negara tujuan.
Tujuannya, teman-teman mereka termotivasi berprestasi seperti mereka. ’’Jadi,
hal pertama yang harus dilakukan adalah tanya password wifi,’’ tutur Leo
setengah bercanda.
Leo
pun berencana membuat video perjalanan selama setahun di AS. Sementara itu,
Dhea yang suka menulis mengisahkan pengalamannya di Negeri Paman Sam melalui
hobinya tersebut. ’’Rencananya, aku juga mau buat buku tentang pengalaman
pertukaran pelajar,’’ kata Dhea yang merupakan jawara menulis surat kepada wali
kota Surabaya pada Desember lalu itu.
Selain
belajar di sekolah, Dhea dan Janice memperdalam ilmu seni tari balet di negara
tujuannya nanti. Sebab, keduanya terpaksa kehilangan kesempatan ujian balet karena
harus berangkat untuk megikuti program pertukaran pelajar itu. Namun, hal
tersebut bukanlah sesuatu yang harus disesali. ’’Tidak semua anak bisa dapat
kesempatan mendapat beasiswa ke luar negeri seperti ini,’’ jelasnya.
(*/c20/ayi)