BATIK BETAWI, BATIK ISLAMI

BATIK BETAWI, BATIK ISLAMI













             
               

BATIK BETAWI, BATIK ISLAMI

                                                     • Oleh: Rakhmad Zailani Kiki

              Jika mendengar kata batik, pikiran kita akan tertuju kepada kota Solo dan Pekalongan. Memang, kedua kota ini dikenal sebagai kota batik, produsen utama batik di Indonesia. Tapi taukah kita, jika di Jakarta tempo dulu pernah diramaikan dengan tempat-tempat usaha pembuatan batik yang dimiliki oleh orang-orang Betawi? Dan taukah kita bahwa koperasi batik di Indonesia pertama kali berdiri di Jakarta, bukan di Solo atau Pekalongan?
       Menurut keterangan Hj. Emma Amalia Agus Bisrie, cucu dari Guru Madjid Pekojan, mantan Ketua Umum LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi-red), kolektor dan penulis buku batik nusantara, batik di Jakarta atau di Betawi sudah dikenal sejak dulu. Daerah-daerah perbatikan ada di Karet Tengsin, Palmerah, Kebon Kacang dan Bendungan Hilir. Ketika itu, proses pembatikan dilakukan di rumah-rumah penduduk. Adapun hasil pembatikan, khususnya batik-batik tulis, menjadi barang dagangan atau dikomersilkan karena memang ketika itu batik-batik tersebut dibuat dengan ragam hias sesuai dengan kesenangan atau selera masyarakat Betawi. Warna batik Betawi memiliki kekhasan, yaitu didominasi warna yang cerah, seperti merah, kuning atau oranye. Hal ini dikarenakan pengaruh unsur-unsur kebudayaan Cina.
       Lebih jauh Hj Emma katakan bahwa sekitar tahun1970, Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, bersama-sama masyarakat Betawi menentukan kain yang akan dipakai oleh none Jakarta, yaitu kain bermotif pucuk rebung atau tumpal yang diserasikan dengan kebaya panjang. Dipilihnya motif pucuk rebung karena memang motif inilah yang sudah lama ada dan dikenal oleh masyarakat Betawi. Kini, batik motif pucuk rebung telah identik dengan batik Betawi.
     Seiring dengan perjalanan waktu, lambat laun para pengrajin batik Betawi hilang dari Jakarta karena alasan lingkungan dan sebagainya. Menurut Hj. Emma, seperti pembatik Eka Jaya di Karet Tengsin yang sudah tidak diperkenankan lagi melakukan usaha pembatikan di Jakarta karena alasan aspek lingkungan hidup sehingga pembatik ini harus pindah ke kota Tanggerang, Banten. Begitu pula batik Ibu Sud yang mengalami kemunduruan karena adanya keterbatasan dalam pengembangan batik, demikian pula batik Berdikari yang berada di Palmerah.Walhasil, warga Jakarta pun untuk beberapa lama tidak lagi melihat tempat pembatikan batik Betawi di Jakarta, bahkan batik Betawi pun tenggelam dengan popularitas batik Pekalongan, Solo, Jogja, dan menyusul Semarang. Juga tidak lagi terdengar pada saat batik Indonesia diakui oleh UNESCO sebagai warisan atau identik dengan bangsa Indonesia, pada saat pemerintah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai hari batik nasional dan para PNS mempunyai seragam batik dengan motif khusus yang mereka gunakan untuk bekerja di hari-hari tertentu.
        Namun kondisi ini menurut HJ. Emma, nampaknya tidak berlangsung lama. Adalah budayawan Ridwan Saidi, salah satu dari beberapa tokoh Betawi yang prihatin terhadap tenggelamnya pamor batik Betawi. Ia turut peduli mengembalikan kejayaan batik Betawi. Kepedulian ini juga datang dari orang nomor satu di Ibukota yang putra Betawi, Fauzi Bowo. Bang Foke, sapaan akrabnya bahkan mengamanatkan secara khusus kepada para pengurus LKB periode 2012-2015 yang ia kukuhkan untuk segera melakukan inventarisasi terhadap batik-batik Betawi dan melakukan pengembangannya agar pamor batik Betawi kembali mencuat.
      JIC (Jakarta Islamic Centre-red) sebagai pusat pengkajian dan pengembangan Islam Jakarta juga tidak tinggal diam karena batik Betawi dapat dijadikan sarana dakwah jika dapat mengembangkan motif-motifnya dengan motif-motif Islami dan terkait dengan persoalan menutup aurat jika melekat kepada busana muslim dan muslimah, jilbab dan sebagainya. Selain memiliki nilai ekonomis. Maka, pada program Halaqoh Betawi Corner tahun 2012 ini, JIC menjadikan batik Betawi sebagai satu bentuk kegiatan pengembangan untuk pemberdayaan masyarakat Jakarta yang bernilai dakwah dan juga ekonomis. JIC mengandeng salah seorang anak muda berbakat, putri Betawi Ernawati, yang memiliki usaha pembatikan dengan nama Seraci Batik Betawi di pinggiran kota Jakarta.
      Ernawati telah mengkreasi beberapa motif batik Betawi yang Islami, seperti motif Masjid Al-Alam, Marunda; motif Jakarta Berdzikir dan motif Jakarta Islamic Centre. Ada pula motif-motif yang menggambarkan tentang aktivitas orang dan jagoan Betawi masa lalu serta permainan dan benda-benda khas Betawi, seperti baritan; ngeluku; menjala ikan; numbuk padi; nyebar padi; ngangon kebo; ngelajo; penganten Betawi; pitung dan rumahnya; pitung silat; pitung ngelancong; bubu; maen lurus; gambang; kromong; topeng Betawi; dan lain-lain.

Batik tulis Motif Masjid Al"Alam
     Kegiatan Halaqoh Betawi Corner JIC berbentuk workshop selama tiga hari dari hari Jum`at s/d Ahad, 30 Maret s/d 1 April 2012 dimana diharapkan setelah peserta mengikuti workshop ini dapat membuka usaha pembatikan di daerahnya masing-masing yang memenuhi syarat amdal atau dapat membuka usaha galeri dan atau outlet penjualan batik Betawi, tentu saja dengan motif-motif Islami. Kegiatan halaqah ini diselenggarakan oleh JIC bekerjasama dengan LKB selaku pihak yang akan membina sanggar-sanggar atau galeri dan outlet batik Betawi pasca workshop dan bekerjasama dengan Seraci Batik Betawi dalam pelaksanaan workshop dan pengembangan batik Betawi dengan motif-motif Islami beserta produk-produknya( dari busana muslim dan muslimah sampai jilbab). ***
Bagikan berita :
 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. BUANA POST.Com - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI